Mengikuti
sunnah Nabi & Jamaah sahabatnya, senantiasa bersatu dalam jamaah kaum
muslimin
6
Februari 2009
EMPAT HAROKAH ISLAM INTERNATIONAL
(Salafy, Jamaah Tablig, Ihwanul Muslimin,
Hizbut Tahrir)
Pengertian
Harokah dalam pembahasan disini adalah organisasi / harokah (pergerakan) /
kelompok yang mempunyai peraturan dan struktur organisasi yang jelas (Ihwanul
Muslimin dan Hizbut Tahrir) atau pun yang tidak / kurang mempunyai peraturan
dan struktur organisasi yang jelas (Jamaah Tabligh dan Salafy) namun
masing-masing mempunyai ciri-ciri yang bisa dibedakan dengan pihak yang lain.
Dikatakan
Harokah International karena mempunyai cabang/ perwakilan/ afiliasi/ anggota/
pengikut/ simpatisan yang tersebar luas di seluruh dunia. Secara umum
ke-empatnya ber akidah ahlus sunnah wal jamaah
Susunan
urutan pembahasan dibuat berdasarkan urutan tahun berdirinya, dimulai dari yang
paling awal disusul berturut-turut yang lebih muda tahun berdirinya.
I. SALAFY (Generasi Awal)
A. Latar belakang sejarah
Harokah Salafy yang dikenal sekarang
ini latar belakang sejarahnya tidak dapat lepas dari gerakan atau aliran Wahabi
di Arab Saudi pada tahun 1700 an Masehi (abad 18). Maka disini akan diruntut
dari latar belakang sejarah gerakan Wahabi.
Gerakan / Aliran Wahabi :
Kata `Wahabi` bila kita runut dari
asal katanya mengacu kepada tokoh ulama besar di tanah Arab yang bernama
lengkap Syeikh Muhamad bin Abdul Wahhab At-Tamimi Al-Najdi (1115-1206 H atau
1703-1791 M). Beliau lahir di Uyainah dan belajar Islam dalam mazhab Hanbali.
Beliau telah menghafal Al-Quran sejak usia 10 tahun.
Sosok Muhammad bin Abdul Wahhab
menjadi pelopor gerakan ishlah (reformasi) yang muncul menjelang masa-masa
kemunduran dan kebekuan berpikir pemikiran dunia Islam sekitar 3 abad yang
lampau atau tepatnya pada abad ke-12 hijriyah. Pada era kebekuan berpikir itu
para ulama Islam mencukupkan diri ber taqlid pada Ulama / Mujtahid Imam Mazhab
yang empat dengan kecenderungan pada fanatisme terhadap masing-masing
mazhabnya.
Sementara fenomena umat di lapisan
bawah yang awam saat itu sungguh memilukan. Mereka telah menjadikan kuburan
menjadi tempat pemujaan dan meminta kepada selain Allah. Kemusyrikan
merajalela. Bid`ah, khurafat dan takhayyul menjadi makanan sehari-hari. Dukun,
ramalan, sihir, ilmu ghaib seolah menjadi alternatif untuk menyelesaikan
berbagai persoalan dalam kehidupan umat Islam.
Dakwah gerakan Wahabi ini menyerukan
agar aqidah Islam dikembalikan kepada pemurnian arti tauhid dari syirik dengan
segala manifestasinya. Muhammad bin Abdul Wahhab saat itu bangkit mengajak
dunia Islam untuk sadar atas kebobrokan aqidah ini. Beliau menulis beberapa
risalah untuk menyadarkan masyarakat dari kesalahannya. Salah satunya adalah kitabuttauhid
yang hingga kini menjadi rujukan banyak ulama aqidah.
Dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab ini
kemudian melahirkan gerakan umat yang aktif menumpas segala bentuk khurafat,
syirik, bid`ah dan beragam hal yang menyeleweng dari ajaran Islam yang asli.
Mereka melarang membangun bangunan di atas kuburan, menyelimutinya atau
memasang lampu di dalamnya. Mereka juga melarang orang meminta kepada kuburan,
orang yang sudah mati, dukun, peramal, tukang sihir dan tukang teluh. Mereka
juga melarang tawassul dengan menyebut nama orang shaleh sepeti kalimat bi
jaahi rasul atau keramatnya syiekh fulan dan fulan bahkan sampai
menggunakan kekerasan dan senjata dalam dakwahnya.
Dakwah dan pemikiran beliau banyak
disambut ketika beliau datang di Dir`iyah bahkan beliau dijadikan guru dan
dimuliakan oleh penguasa setempat (kepala suku) yaitu pangeran Muhammad bin
Sa`ud yang berkuasa 1139-1179 H. Oleh pangeran, dakwah beliau didukung,
ditegakkan dan akhirnya menjadi semacam gerakan nasional yang cenderung keras
dan radikal dan didukung penuh oleh kepala suku sekaligus komandan lapangan
(war lord) Muhammad bin Sa`ud.
Satuan –satuan bersenjata mereka
menyerang dan menaklukan seluruh penguasa wilayah (War lord) lain diseluruh
Hijaz dan Nejed (Wilayah Arab Saudi sekarang). Sebelum berdaulat sendiri Arab
Saudi secara administratif dan protektorat saat itu berada dalam kekuasaan
Khilafah Turki Usmani, berdasarkan baiat penguasa Mekkah Syarif Hussein kepada
Khalifah Sulaiman Qanuni penguasa Turki Usmani.
Ketika gerakan Wahabi menghebat,
dunia Islam sedang menghadapi ekspansi kolonialisme negara-negara eropah dan
Khilafah Turki Usmani sedang lemah dan sibuk berperang diberbagai front
menghadapi serbuan kolonialisme negara-negarga eropah. Gerakan Wahabi semakin
kuat dan menguasai seluruh Arab Saudi hingga mereka berdaulat sendiri lepas
dari Khilafah Turki Usmani. Muhammad Bin Saud berkuasa menjadi raja pertama dan
menerapkan system pemerintahan monarki sampai sekarang ini dan menjadikan
pemikiran Wahabi sebagai mazhab kerajaan.
Oleh banyak kalangan, gerakan ini
dianggap sebagai pelopor kebangkitan pemikiran di dunia Islam, antara lain
gerakan Mahdiyah, Sanusiyah, Pan Islamisme-nya Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad
Abduh di Mesir dan gerakan lainnya di benua India. Paling tidak, masa hidup
Muhammad bin Adbul Wahhab lebih dahulu dari mereka semua.
Tokoh-tokoh ulama yang paling sering
mereka jadikan rujukan adalah :
- Imam Ahmad ibn Hanbal (164-241 H)
- Ibnu Taimiyah (661-728 H)
- Muhammad Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (6691-751H)
- Syeikh Muhammad Nashiruddin Albani
- Syeikh Abdul Aziz Bin Baz
B. Karakteristik
Gerakan Wahabi yang boleh dikatakan
cikal bakal dan “kendaraan” yang mengantarkan Dinasti Ibnu Saud berkuasa di
Kerajaan Arab Saudi ini pemikirannya dijadikan mazhab resmi Kerajaan Arab Saudi
dan tetap dipelihara serta dianut oleh para penguasa dan mayoritas rakyat Arab
Saudi sampai saat ini. Mazhab dan corak pemikiran Wahabi ini diekspor keluar dari
batas Wilayah Arab Saudi yang sekarang ini dikenal sebagai SALAFY walau
kalangan salafiyin kadang tidak suka bila dikatakan bahwa corak pemikiran dan
latar belakang mereka secara kenyataan merupakan kepanjangan dari Wahabi.
Karakteristik Salafy :
1. Fikihnya mengikuti imam Ahmad Bin Hanbal
Imam Ahmad Bin Hanbal dikenal lebih
mengutamakan menggunakan Hadis dalam Ijtihadnya dari pada menggunakan rasio
(Qiyas, Istihsan, Maslahah mursalah, dsb). Bila tidak ada nash Qoth’i beliau
lebih suka menggunakan hadis dhoif dari pada Qiyas. Sebagian Ulama menilai Imam
Ahmad Bin Hanbal lebih sebagai ahli hadis dari pada sebagai ahli Fikih.
2. Mengutamakan Hadis dan ahli hadis.
Pola pemikiran ini mewarisi pola
Ijtihad Imam Ahmad Bin Hanbal yang dianut oleh Pelopor aliran Wahabi. Banyak
merujuk kepada ahli Hadis Imam Muhammad Nashiruddin Albani yang dalam
sejarahnya dikenal lebih banyak menghafal dan mempelajari hadis di perpustakaan
dan kurang mendalami ushul fikih, maka corak fikihnya kebanyakan memegangi
makna lahir (tekstual) dari ayat dan hadis.
3. Keras dalam masalah tauhid dan akidah.
4. Sangat menentang Kurafat/Tahayul dan Bid’ah.
5. Menganggap Bid’ah dholalah semua perkara baru yang tidak ada dalam nash
syariat.
6. Tidak mengakomodasi budaya atau adat local.
7. Tidak mempunyai aturan dan struktur organisasi yang
baku.
8. Terkesan puritan dan kurang akomodatif dengan masalah
aktual progressif (kekinian).
9. Menganggap Kerajaan dan Raja Arab Saudi sebagai
Khilafah Islam.
Ini dapat dipahami karena gerakan
wahabi dan Kerajaan Arab Saudi adalah saling mendukung antara yang satu
terhadap yang lain.
10. Menolak demokrasi dan parlemen.
Pemikiran ini dilatar belakangi
Kenyataan bahwa Kerajaan Arab Saudi menerapkan sistem monarki kerajaan, Trend
demokrasi dan pemerintahan parlementer yang kemudian muncul belakangan dan
berhembus karena pengaruh dari negara-negara eropah dianggap membahayakan
“Status Quo” system monarki kerajaan Arab Saudi.
11. Ofensif menyerang pemikiran harokah dan ulama diluar kalangan mereka.
Setelah gerakan Wahabi yang didukung
pangeran Muhammad ibn Saud sukses berkuasa di Arab Saudi dan merupakan pelopor
reformasi kebekuan pemikiran Islam yang menjadi inspirasi kebangkitan pemikiran
Islam lainnya seperti : Syeikh Jamaludin Al Afghani dengan konsep Pan Islamisme
nya yaitu mengembalikan Khilafah Islamiah international, Syeikh Muhamad Abduh
dengan konsep Harokah Islamiah yaitu pergerakan yang berusaha menerapkan
syariat Islam pada seluruh sektor kehidupan yang kemudian diteruskan oleh
muridnya Syeikh Rasyid Ridho yang menjadi inspirasi berdirinya Harokah Ihwanul
Muslimin di Mesir yang saat itu dibawah pemerintahan penjajahan atau
protektorat Inggris.
Konsep pemikiran harokah ini bertujuan
mengembalikan Khilafah Islamiah international dan menerapkan syariat Islam
sebagai hukum positip negara.
Harokah Ihawanul Muslimin ini akhirnya
menyebar keluar mesir dan mempunyai cabang dan pengikut di beberapa negara Arab
(Timur Tengah).
Dalam perjalanan sejarahnya harokah ini
selanjutnya memasuki wilayah politik yang bersikap oposan terhadap pemerintah
sekuler Mesir dan mulai timbul gejala radikalisme dalam usaha mengambil alih
pemerintahan.
Negara-negara Arab di Timur Tengah yang
menerapkan sistem pemerintahan monarki kerajaan dianggap kurang sesuai dengan
konsep syriat Islam
Sikap radikal dan oposan dari sebagian
pengikut Ihawanul Muslimin ini merembet juga ke pengikutnya yang ada di negara
negara Timur Tengah (termasuk Arab Saudi), mereka memandang negara negara Arab
di Timur Tengah yang menerapkan sistem pemerintahan monarki kerajaan dianggap
kurang sesuai dengan konsep syriat Islam, apalagi dalam perkembangan
selanjutnya setelah ditemukan minyak di negara negara Arab para bangsawan
kerabat Raja hidup bergelimang dalam kemewahan. Maka berkembangnya Ihwanul
Muslimin tidak disukai dan dianggap membahayakan “status quo” para penguasa
monarki Arab Saudi ditambah lagi dengan kenyataan perbedaan mazhab fikih
Ihwanul Muslimin yang ber mazhab Syafii yang juga memakai rasio (qiyas) dalam
ijtihadnya.
Untuk membendung dan meng counter
perkembangan dan pemikiran Ihawanul Muslimin, penguasa Arab Saudi dan didukung
para Ulama mazhab Wahabi membuat harokah tandingan yang sekarang ini dikenal
sebagai SALAFY yang tujuannya membela status quo Khilafah Islam penguasa
monarki Arab Saudi dan menyebarkan pemikiran wahabi yang keras dalam masalah
akidah dan fikih mazhab Hanbali yang mengutamakan teks ayat dan hadis. Hal
inilah yang melatar belakangi sikap para tokoh Salafiyin menjadi Agresif dan
Ofensif menyerang kelompok lain terutama Ihwanul Muslimin dan juga Hizbut
Tahrir (dulunya bagian atau paling tidak simpatisan Ihwanul Muslimin).
C. Kiprahnya
1. Gerakan Wahabi mendobrak kejumudan dalam
kurafat-tahayul-kemusyrikan akidah.
2. Gerakan Wahabi sebagai pelopor reformasi pemikiran
yang beku.
3. Di masa sekarang ini, gerakan salafi di Indonesia
kembali terasa gregetnya di awal tahun 1990-an. Gerakan ini dibawa oleh para
sarjana alumni Timur Tengah khususnya yang bersekolah di
Universitas-universitas di Arab Saudi dan Kuwait. Mereka banyak mendirikan
yayasan, jam’iyah, pengajian dan seruan untuk kembali kepada Al-Quran dan
As-Sunnah. Termasuk menyebarkan dakwah di kampus, masjid, kelompok masyarakat
dan sebagainya.
4. Aktif dalam study hadis
5. Aktif dalam menentang Bid’ah
6. Aktif dalam amar makruf nahi munkar terutama lewat
tulisan
7. Aktif dalam tarbiyah dalam halaqoh
II. Jamaah Tabligh (Menyampaikan dakwah)
A. Latar
belakang sejarah
Maulana Muhammad Ilyas
Al-Kandahlawy lahir pada tahun 1303 H (1886) di desa Kandahlah di kawasan
Muzhafar Nagar, Utar Prades, India. Ayahnya bernama Syaikh Ismail dan Ibunya
bernama Shafiyah Al-Hafidzah. Keluarga Maulana Muhammad Ilyas terkenal sebagai
gudang ilmu agama. Saudaranya antara lain Maulana Muhammad yang tertua, dan
Maulana Muhammad Yahya.
Ayah beliau, Syaikh
Muhammad Ismail adalah seorang ruhaniwan besar yang suka menjalani hidup dengan
ber-uzhlah, berkhalwat dan beribadah, membaca Alquran serta mengajarkan Alquran
dan ilmu-ilmu agama. Adapun ibunda beliau, Shafiyah Al-Hafidzah, adalah seorang
Hafidzah Alquran. Maulana Muhammad Ilyas pertama kali belajar agama pada
kakeknya, Syaikh Muhammad Yahya. Beliau adalah seorang guru agama pada madrasah
di kota kelahirannya.
Kakeknya adalah penganut
mazhab Hanafi dan teman dari seorang ulama dan penulis Islam terkenal, Syaikh
Abul Hasan Al-Hasani An-Nadwi. Sejak saat itulah beliau mulai menghafal
Alquran. Dari kecil telah tampak ruh dan semangat agama dalam dirinya. Beliau
memilki kerisauan terhadap umat, agama dan dakwah. Sehingga Allamah Asy-Syaikh
Mahmud Hasan yang dikenal sebagai Syaikhul Hind (guru besar ilmu Hadis pada
madrasah Darul Ulum Deoband) pernah mengatakan, “sesungguhnya apabila aku
melihat Maulana Ilyas aku teringat kisah perjuangan para sahabat.
” Pada suatu ketika
saudaranya, Maulana Muhammad Yahya, pergi belajar kepada seorang alim besar dan
pembaru yang ternama yakni Syaikh Rasyid Ahmad Al-Gangohi, di desa Gangoh, Utar
Pradesh, India. Maulana Muhammad Yahya belajar membersihkan diri dan menyerap
ilmu dengan bimbingan Syaikh Rasyid. Hal ini membuat Maulana Muhammad Ilyas
tertarik untuk belajar pada Syaikh Rasyid sebagaimana kakaknya. Akhirnya
Maulana Ilyas memutuskan untuk belajar agama menyertai kakaknya di Gangoh.
Akan tetapi selama
tinggal dan belajar di sana Maulana Ilyas selalu menderita sakit. Sakit ini
ditanggungnya selama bertahun-tahun lamanya. Tabib Ustadz Mahmud Ahmad putra
dari Syaikh Gangohi sendiri telah memberikan pengobatan dan perawatan pada
beliau. Sakit yang dideritanya menyebabkan kegiatan belajarnya pun menurun,
akan tetapi beliau tidak berputus asa. Banyak yang menyarankan agar beliau
berhenti belajar untuk sementara waktu, tapi beliau menjawab, “apa gunanya aku
hidup jika dalam kebodohan”.
Dengan izin Allah SWT,
Maulana pun menyelesaikan pelajaran Hadis Syarif, Jami’at Tirmidzi dan Shahih
Bukhari. Dan dalam jangka waktu empat bulan beliau sudah menyelesaikan Kutubus
Sittah. Tubuhnya yang sering terserang sakit semakin membuat beliau bersemangat
dalam menuntut ilmu. Begitu pula kerisauannya bertambah besar terhadap keadaan
umat yang jauh dari syari’at Islam.
Beliau akhirnya
berkenalan dengan Syaikh Khalid Ahmad As-Sharanpuri penulis kitab Bajhul
Majhud Fi Hilli Alfazhi Abi Dawud dan berguru kepadanya. Semakin bertambah
ilmu yang dimiliki membuat beliau semakin tawaddu’ serta dihormati di kalangan
para ulama dan masyaikh. Suatu ketika di Kandhla ada sebuah pertemuan yang
dihadiri oleh ulama-ulama besar. Di antaranya terdapat nama Syaikh Abdurrahman
Ar-Raipuri, Syaikh Khalil Ahmad As-Sharanpuri dan Syaikh Asyraf Ali At-Tanwi.
Waktu itu tiba waktu shalat Ashar.
Mereka meminta Maulana
Ilyas untuk mengimami shalat tersebut. Setelah kematian kakaknya, Maulana
Muhammad Yahya, pada 9 Agustus 1925, orang ramai meminta kepada Maulana Ilyas
untuk menggantikan kakaknya di Nizamuddin. Waktu itu beliau sedang menjadi
salah seorang pengajar di Madrasah Mazhahirul Ulum. Akhirnya, setelah mendapat
izin dari Maulana Khalil Ahmad dengan pertimbangan jika tinggalnya di
Nizamuddin membawa manfaat maka Maulana Ilyas diberi kesempatan untuk berhenti
mengajar.
Beliau akhirnya pergi ke
Nizamuddin, ke madarasah warisan ayahnya yang kosong akibat lama tidak dihuni.
Dengan semangat mengajar yang tinggi beliau membuka kembali madrasah tersebut.
Semangat yang tinggi untuk memajukan agama, beliau pun mendirikan Maktab di
Mewat. Namun kondisi geografis yang agraris menyebabkan masyarakatnya lebih
menyukai anak-anak mereka pergi ke kebun atau ke sawah daripada ke Madrasah
atau Maktab untuk belajar agama, membaca atau menulis.
Maulana Ilyas dengan
terpaksa meminta orang Mewat untuk menyiapkan anak-anak mereka untuk belajar
dengan biaya yang ditanggung oleh Maulana sendiri. Besarnya pengorbanan Maulana
hanya untuk memajukan pendidikan agama bagi masyarakat tidak mendapatkan
perhatian. Mereka enggan menuntut ilmu dan lebih senang hidup dalam kondisi
yang sudah dijalani turun temurun. Melihat keadaan Mewat itu, semakin menambah
kerisauan beliau akan keadaan umat Islam.
Kunjungan-kunjungan
diadakan bahkan madrasah-madrasah banyak didirikan, tetapi hal itu belum dapat
mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat Mewat. Dengan izin Allah
timbullah keinginannya untuk mengirimkan jamaah dakwah ke Mewat. Pada tahun
1351 H/1931 M, beliau menunaikan haji yang ketiga ke Tanah Suci Makkah.
Kesempatan tersebut dipergunakan untuk menemui tokoh-tokoh India yang ada di
Arab guna mengenalkan usaha dakwah.
Selama di Makkah, jamaah
bergerak setiap hari sejak pagi sampai petang, usaha dakwah terus dilakukan
untuk mengajak orang taat kepada perintah Allah. Dalam pandangan Maulana
Muhammad Ilyas, dakwah merupakan kewajiban umat Nabi Muhammad SAW. Pada
prinsipnya setiap orang yang mengaku mengikuti ajaran Nabi Muhammad memiliki
kewajiban mendakwahkan ajarannya, yaitu agar selalu taat kepada Allah dengan
cara yang telah dicontohkan Rasulullah.
Sepulang dari haji,
Maulana mengadakan dua kunjungan ke Mewat, masing-masing disertai jamaah dengan
jumlah sekitar seratus orang. Dalam kunjungan tersebut beliau selalu membentuk
jamaah-jamaah yang dikirim ke kampung-kampung untuk ber-jaulah (berkeliling
dari rumah ke rumah) guna menyampaikan pentingnya agama. Beliau sepenuhnya
yakin bahwa kebodohan, kelalaian serta hilangnya semangat agama dan jiwa keislaman
itulah yang menjadi sumber kerusakan.
Dari Mewat inilah secara
berangsur-angsur usaha tabligh meluas ke Delhi, United Province, Punjab,
Khurja, Aligarh, Agra, Bulandshar, Meerut, Panipat, Sonepat, Karnal, Rohtak dan
daerah lainnya. Begitu juga di bandar-bandar pelabuhan banyak jamaah yang
tinggal dan terus bergerak menuju tempat-tempat yang ditargetkan sepeti halnya
daerah Asia Barat. Terbentuknya jamaah ini adalah dengan izin Allah melalui
kerisauan seorang Maulana Muhammad Ilyas.
Kemudian menyebarlah
jamaah-jamaah tabligh yang membawa misi ganda yaitu ishlah diri (perbaikan diri
sendiri) dan mendakwahkan kebesaran Allah SWT kepada seluruh umat manusia.
Perkembangan jamaah ini semakin hari semakin tampak. Gerakan jamaah tidak hanya
tersebar di India tetapi sedikit demi sedikit telah menyebar ke barbagai
negara. Hanya
kekuasaan Allah yang dapat memakmurkan dan membesarkan usaha ini.
Pada hari terakhir dalam
sejarah hidupnya, Maulana mengirim utusan kepada Syaikhul Hadits Maulana
Zakariya, Maulana Abdul Qodir Raipuri, dan Maulana Zafar Ahmad, bahwa beliau
akan mengamanahkan kepercayaan sebagai amir jamaah kepada sahabat-sahabatnya
seperti Hafidz Maqbul Hasan, Qozi Dawud, Mulvi Ihtisamul Hasan, Mulvi Muhammad
Yusuf, Mulvi Inamul Hasan, Mulvi Sayyid Raza Hasan.
Pada saat itu terpilihlah
Mulvi Muhammad Yusuf sebagai pengganti Maulana Muhammad Ilyas dalam memimpin
usaha dakwah dan tabligh. Pada sekitar bulan Juli 1944 beliau jatuh sakit yang
cukup parah. Kondisi tubuhnya yang lemah merupakan bukti bahwa beliau
bersungguh-sungguh menghabiskan waktu mengembara dari satu tempat ke tempat
lain bersama dengan jamaah untuk mendakwahkan kebesaran Allah.
Akhirnya Maulana
menghembuskan nafas terakhirnya, beliau pulang ke rahmatullah sebelum adzan
Shubuh. Beliau tidak banyak meninggalkan karya-karya tulisan tentang
kerisauannya akan keadaan umat. Buah pikiran beliau dituang dalam lembar-lembar
kertas surat yang dihimpun oleh Maulana Manzoor Nu’mani dengan judul Aur Un Ki
Deeni Dawat yang ditujukan kepada para ulama dan seluruh umat Islam yang
mengambil usaha dakwah ini.
Metode dakwah tabligh
dengan metode melakukan perjalanan mengunjungi (jaulah) dan menetap beberapa
waktu di suatu tempat sasasan dakwah ini akhirnya menjadi harokah yang
mempunyai banyak pengikut dan keluar dari anak benua India menyebar ke seluruh
dunia.
B. Karakteristik
1. Mengutamakan ber tabligh yaitu dakwah dengan
mengunjungi (jaulah) dan menetap beberapa lama di kawasan yang dijadikan obyek
dakwah.
2. Mengutamakan akhlak, kebersihan hati dan dzikir.
3. Menganjurkan banyak beramal dan beribadah.
4. Fikihnya bermazhab Abu Hanifah tapi tidak
mengikat untuk anggotanya.
5. Toleran terhadap budaya dan adat lokal.
6. Aktif ber amar makruf nahi munkar.
7. Dakwahnya lemah-lembut dengan jaulah
(kunjungan) ke semua kalangan.
8. Sangat toleran dan tidak radikal.
9. Aktif dalam tabiyah halaqoh.
10. Tidak mempunyai aturan dan struktur
organisasi yang baku.
11. Tidak terlibat atau membahas masalah politik.
12. Tidak ofensif terhadap harokah dan ulama
diluar kalangan mereka.
D. Kiprahnya
1. Aktif melakukan JAULAH yaitu perjalanan
(safar) ke suatu kawasan dan menetap beberapa lama untuk melakukan tabligh
(menyampaikan) dakwah Islam.
2. Aktif dalam tarbiyah halaqoh
3. Aktif dalam amar makruf nahi munkar lewat
lisan.
III.
Ihwanul Muslimin (Persaudaraan Islam)
A. Latar Belakang Sejarah
Pada era abad 19 Masehi
gelombang kolonialisme dan imperialisme sedang melanda hampir di semua dunia
Islam. Khilafah Islam Turki Usmani sedang dalam masa lemah dan sakit yang
kronis. Turki Usmani sedang mati matian berperang melawan negara negara Eropah
(Yunani, Rusia, Inggris, Italia dan Perancis). Satu per satu wilayah dalam
kekuasaan Khilafah Turki Usmani dicaplok oleh negara-negara eropah tanpa bisa
dicegah oleh Sultan Turki. Perancis menguasai Afrika Utara, Italia menguasai
Aljazair, Rusia mencaplok wilayah kaukasus dan Asia Tengah, Inggris menguasai
Syria-Palestina.
Disamping itu ada juga
wilayah-wilayah dibawah kekuasaan Imperium Khilafah Turki Usmani yang
memberontak dan melepaskan diri seperti : negara negara Slavia (Eropah Timur),
Yunani dan negara negara balkan, Gubernur Mesir Muhamad Ali Pasha juga
mengumumkan Mesir berdiri sendiri lepas dari kekuasaan Khilafah Turki Usmani,
Penguasa Wilayah (war lord) di Semenanjung Arabia juga lepas dari kontrol kekuasaan
pusat Turki Usmani. Wilayah Hijaz dan Nejed dikuasai oleh kaum Wahabi dan
akhirnya mendirikan kerajaan Arab Saudi lepas dari Khilafah Turki Usmani.
Akhirnya Khilafah Islamiah Turki Usmani benar benar mati setelah dibunuh oleh
Kemal Attaruk pada tahun 1924 yang menghapuskan sistem Khilafah Islam yang
menerapkan syariat Islam sebagai hukum positip negara dan menggantinya dengan
sekulerisme yang menerapkan Undang Undang keluaran parlemen sebagai hukum
positip negara.
Dunia Islam diluar bekas
wilayah imperium Turki Usmani tidak jauh berbeda nasibnya, Pakistan-India dan
Malaysia-Brunei dijajah oleh Inggris, demikian juga Indonesia dijajah oleh
Belanda. Masa itulah Umat Islam sedang berada pada posisi paling rendah dalam bidang
politik dan seperti kue yang seenaknya dibagi-bagi dan disantap oleh
negara-negara Imperialis-Kolonialis Eropah. Keadaan itulah yang pernah
diramalkan dalam hadis Nabi yaitu umat Islam “seperti makanan dimeja makan yang
disantap oleh orang-orang yang lapar”-Benarlah apa yang dikatakan Rosulullah-.
Mesir pada mulanya
berdaulat sendiri setelah Gubernur Muhammad Ali Pasha memberontak dan
menyatakan berdaulat sendiri lepas dari kekuasaan Turki Usmani, ternyata
kemudian tidak mampu menahan ekspansi penyerbuan tentara Inggris yang
sebelumnya sudah menguasai Syiria dan Palestina, jadilah kemudian Mesir dijajah
oleh Inggris.
Kekuasaan pemerintahan ada
ditangan para penjajah, hukum positip yang diterapkan adalah Undang Undang
buatan mereka, sumber daya kekayaan alam dihisap oleh para penjajah, Pendidikan
dan usaha mencerdaskan umat sengaja tidak dilakukan. Dunia Islam benar benar
berada pada posisi paling lemah secara politis, militer, ekonomi, iptek dan
peradaban. Para Ulama Islam juga mengalami kebekuan pemikiran dan mencukupkan
diri dengan mengikuti mazhab empat imam mazhab mujtahid dengan fanatisme pada
masing-masing mazhab yang terkadang sampai muncul friksi fisik perselisihan
dikalangan akar rumput umat.
Masa penjajahan yang
panjang tersebut juga mengakibatkan masing-masng wilayah/negara Islam sibuk
dengan dirinya sendiri dalam berbagai usaha perlawanan terhadap penjajah
ditambah lagi racun pemikiran “NASIONALISME” dan “SEKULERISME” yang sengaja
dihembuskan oleh para pemikir barat dengan tujuan agar Khilafah Islamiah
yang menerapkan syariat Islam sebagai hukum positip dalam kehidupan
bermasyarakat sekaligus bernegara tidak hidup lagi dikalangan kaum muslilim.
Kaum Penjajah menyadari bahwa system pemerintahan Khilafah Islamiah
yang meliputi seluruh kaum muslimin dunia itulah kunci kekuatan Islam sebagi
kekuatan politis yang dahulu sanggup membawa kaum muslimin pada puncak
kejayaannya, maka kaum penjajah sengaja menebarkan racun nasionalisme dan
sekulerisme di wilayah-wilayah Islam yang mereka kuasai.
Adanya gerakan reformasi
Wahabi yang radikal dalam bidang akidah dan politik di Arab Saudi dan berhasil
mengantarkan Dinasti Ibnu Saud ke tampuk kekuasaan di kerajaan Arab Saudi
memberi inspirasi para pemikir Islam yang lain untuk melakukan pembaharuan
pemikiran dalam memecahkan kebekuan dan tidur panjang umat islam dalam bidang
pemikiran dan politik dan usaha melepaskan diri dan merdeka dari penjajahan.
Salah satu pemikir Islam
yang menjadi “rising star” pada waktu itu adalah Syeikh Jamaluddin Al Afghani
yang mempunyai konsep pemikiran “Pan Islamisme” yaitu usaha menyatukan kembali
seluruh negara negara Islam yang sudah mulai berwawasan nasionalisme kebangsaan
dalam satu Khilafah Islamiah seperti dahulu kala dan menerapkan syariat Islam
sebagai hukum positip bernegara dan bermasyarakat.
Dalam bidang dakwah dan
fikih sosial-kemasyarakatan muncul pemikir Mesir Syeikh Muhammad Abduh dan
muridnya Syeikh Rasyid Ridlo yang memberikan wacana harokah (pergerakan) yang
bergerak dalam bidang dakwah dan politik berupa amal jama’i yang mengorganisir
kekuatan umat sebagai usaha memperbaiki keterpurukan umat dibawah tekanan
penjajahan dan secara bertahap berusaha melepaskan diri dari penjajahan.
Ditempat yang berbeda yaitu
di Pakistan muncul pemikiran yang sejalan dan dihembuskan oleh Syeikh Abul A’la
Maududi yang intinya agar umat bersatu dalam amal jama’i yang terorganisir
kemudian secara simultan melakukan dakwah, tarbiyah dan amar makruf nahi
munkar. Pemikiran beliau banyak dituangkan dalam bentuk buku dan aktif memberi
pengajian serta membentuk harokah Jamiat Al-Islami yang di kemudian hari
menjadi partai politik yang membidani kelahiran Republik Pakistan terpisah dari
India, namun setelah itu perkembangan harokah Jamiah Al- Islami tidak terlalu
berkembang keluar dari anak benua India.
Di negara Mesir, pemikiran
baru itu merupakan pembaharuan pemikiran yang selama ini beku dan terus
bergulir dan berkembang hingga konsep itu direalisasikan oleh Imam Hasan Al
Bana yang mendirikan harokah dakwah dan politik Ihwanul Muslimin.
Bermula dari pembicaraan
dan diskusi Imam Hasan Al Bana dengan empat orang temannya yang bertekad untuk
saling mengingatkan dalam kebaikan dan taqwa dan mereka berkomitmen dalam
saling tolong menolong dalam semangat persaudaraan Islam. Mereka kemudian sering
bertemu membentuk halaqoh dan melakukan diskusi membahas berbagai persoalan
agama, perkembangan sosial kemasyarakatan dan kemaslahatan umat lainnya.
Beberapa orang akhirnya
tertarik pada Halaqoh pengajian dan diskusi mereka dan akhirnya ikut bergabung
dalam halaqoh itu. Anggota perkumpulan itu sangat antusias dalam melakukan
dakwah langsung di masyarakat, bahkan mereka mendatangi kedai-kedai kopi dengan
cara sopan dan santun mereka minta ijin kepada pemilik kedai untuk menyampaikan
sedikit pengajian kepada pengunjung kedai menyampaikan dakwah Islam dan ajakan
kembali kepada nilai-nilai luhur agama Islam.
Metode Dakwah mereka
mulanya dianggap aneh dan tidak umum, yaitu memberikan pengajian singkat di
kedai-kedai kopi dan tempat keramaian lainnya, tapi karena mereka
menyampaikannya dengan sopan dan simpatik akhirnya banyak orang-orang terutama
kaum muda yang tertarik dengan perkumpulan mereka dan ikut bergabung dalam
halaqoh yang dipimpin Imam Hasan Al Bana.
Perkumpulan dan Halaqoh
mereka semakin banyak anggotanya dan setiap anggota perkumpulan aktif
menyampaikan dakwah dan pemikiran Imam Hasan Al-Bana dan konsep Harokah amal
Jama’i dalam semangat persaudaraan Islam. Akhirnya perkumpulan ini
mendeklarasikan diri sebagai Organisasi harokah Islamiah dengan nama IHWANUL
MUSLIMIN dan menyepakati Imam Hasan Al Bana sebagai pemimpinnya.
Perjalanan Ihwanul
Muslimin.
Imam Asy-Syahid Hasan al-Banna
dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1906. Lahir di sebuah kampung di kawasan
Buhairah, Mesir. Beliau tumbuh di dalam lingkungan yang taat beragama, yang
menerapkan Islam secara nyata dalam seluruh aspek kehidupannya.
Pada usia 12 tahun, Hasan al-Banna
telah menghafal separuh isi Al-qur’an.
Di samping belajar agama di rumah dan di masjid, ia belajar pada sekolah pemerintah, kemudian melanjutkan pelajarannya ke Dar al-’Ulum, Kairo dan tamat pada tahun 1927.
Setelah tamat dari Dar al-’Ulum, ia menjadi guru pada sebuah Sekolah Menengah (SMP) di Isma’iliyyah. Dari Isma’iliyyah inilah ia memulai aktivits keagamaannya di tengah-tengah masyarakat, terutama di warung-warung kopi di hadapan para karyawan Proyek Terusan Suez.
Di samping belajar agama di rumah dan di masjid, ia belajar pada sekolah pemerintah, kemudian melanjutkan pelajarannya ke Dar al-’Ulum, Kairo dan tamat pada tahun 1927.
Setelah tamat dari Dar al-’Ulum, ia menjadi guru pada sebuah Sekolah Menengah (SMP) di Isma’iliyyah. Dari Isma’iliyyah inilah ia memulai aktivits keagamaannya di tengah-tengah masyarakat, terutama di warung-warung kopi di hadapan para karyawan Proyek Terusan Suez.
Setiap hari — seusai
mengajar, ia mengunjungi warung kopi untuk berdialog dengan masyarakat. Malam
harinya, ia salat berjamaah di masjid terdekat, dan kemudian seringkali
melanjutkan pembicaraannya di warung kopi.
Pada masa-masa liburan
panjang setiap musim panas, ia menghabiskan waktu bepergian ke berbagai kota
dan desa di Mesir, untuk mengajar masyarakat di rumah, di atas kendaraan, di
warung kopi, atau masjid. Tubuhnya yang kekar (sekalipun dengan postur yang
agak pendek dibanding rata-rata orang Mesir), serta penampilannya yang menarik,
dan lidahnya yang fasih, dan perilakunya yang simpatik memang mendukung
Al-Banna untuk menjadi seorang public figure.
Pada bulan Dzul Qa’idah 1327 H/April
1928 M adalah bulan didirikannya cikal bakal gerakan Ihwanul muslimin
Dalam pertumbuhan
awalnya, Al-Ihwan lebih memusatkan usaha untuk pembentukan kepribadian
masyarakat. Ini
terlihat dari beberapa prinsip yang diajarkan Al-Banna yang merupakan petunjuk
harian Al-Ihwan. Prinsip-prinsip itu antara lain berbunyi: “Lakukanlah salat
bila anda mendengar azan, bagaimana pun kondisi anda pada waktu itu. Baca
Alquran, renungkan dan dengarkan, serta selalulah mengingat Allah. Jangan anda membuang-buang
waktu untuk hal-hal yang tak berguna.”
Selanjutnya, Al-Banna juga mengatakan: “Jangan banyak bersilat lidah dalam masalah apa pun, karena itu tidak bermanfaat. Jangan banyak berhura-hura dan bersantai, karena perjuangan bangsa perlu kesungguhan. Jauhilah membicarakan keburukan orang di belakangnya. Jangan mengejek organisasi-organisasi atau pergerakan-pergerakan dengan tidak adil. Berusahalah untuk selalu ramah bila anda bertemu teman-teman Al-Ihwan, sekalipun ia tidak membuat inisiatif, karena idiologi kita berdiri di atas tiang ilmu pengetahuan dan cinta kasih.Bantulah orang lain semaksimal mungkin agar ia dapat memanfaatkan waktunya, dan bila anda mempunyai proyek untuk diselesaikan, maka selesaikanlah proyek itu.”
Prinsip-prinsip tersebut tak lain
adalah sebagian dari prinsip-prinsip Islam, yang disimpulkan dalam bahasa
sederhana agar dapat dilaksanakan dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari.
Intinya adalah bagaimana seorang muslim dapat menjalankan ajaran Islam secara
murni dan konsekuen dalam kehidupan modern.
Prinsip-prinsip itu dijalankan melalui jalur organisasi dari ranting, cabang, wilayah (yang tersebar di seluruh pelosok kota dan desa di Mesir), dan sampai ke pusat, yang secara organisatoris selalu dievaluasi dari waktu -waktu. Di sini kelihatan sekali ciri pergerakan dari organisasi Al-Ihwan.
Setelah pemantapan kepribadian, maka program Al-Ihwan selanjutnya adalah pembentukan masyarakat Islam yang menjalankan syariat Islam. Bagi Al-Ihwan, Islam adalah jalan hidup menyangkut individu, masyarakat, negara, hubungan internasional dan seterusnya. Al-Banna menegaskan, “Ia (Islam — Red) adalah sikap moral, kekuatan, kasih sayang dan keadilan. Ia adalah pengetahuan, hukum, ilmu dan pengadilan. Ia adalah materi, kekayaan, usaha dan kebutuhan. Ia adalah jihad dan dakwah atau antara dan gagasan. Ia juga akidah yang benar dan ibadah yang betul, ibarat satu koin dengan dua wajah.”
Seperti program pembentukan kepribadian, maka Al-Ihwan juga bertekad untuk melaksanakan program sosial politik secara bertahap. Dalam Anggaran Dasar (Nizam Asasi) Al-Ihwan, antara lain menyebutkan: Al-Ihwan senantiasa mengutamakan kemajuan bertahap dalam pembangunan, usaha produktif, dan kerja sama dengan para pecinta kebaikan dan kebenaran. Al-Ihwan tak ingin melukai siapa pun, apa pun agama, ras dan kebangsaannya.
Kegiatan Al-Ihwan mulai
menarik perhatian pemerintah dan dunia luar, setelah mereka memindahkan pusat
kegiatan dari Ismailiyah ke Kairo pada tahun 1932. Apalagi setelah Al-Banna
mengirim surat kepada raja Mesir, Faruq (1936) dan sejumlah menteri kabinet,
agar melaksanakan syariat Islam dan meninggalkan cara hidup yang tidak Islami.
Tahun 1352 H/1933 M beliau menerbitkan
sebuah berita pekanan Ihwan yang dipimpin oleh Ustadz Muhibuddin Khatib (1303 -
1389 H/1886 - 1969 M). Kemudian tahun 1357 H/1938 M terbit majalah al-Nadzir.
Lalu menyusul al-Syihab, tahun 1367 H/1947 M. Seterusnya majalah dan
berita-berita Ihwan terbit secara teratur.
Situasi di Mesir pada
1930-1940-an, seperti kebobrokan moral, penetrasi budaya asing, pemerintah yang
tidak tegas, dominasi Inggris yang begitu kuat dalam negeri, dominasi
perusahaan -perusahaan asing, dan lain-lain, telah bersaham dalam membentuk
sikap militansi Al-ihwan. Sebagai gerakan dan idiologi, sikap Al-ihwan ini berhubungan
erat dengan krisis intelektual, sosial, ekonomi dan politik yang melanda Mesir
sejak abad ke-19.Krisis-krisis ini sebagiannya adalah hasil dari berbagai
kebijakan yang ditempuh oleh para penguasa Mesir sebelum ini, dalam bidang
pendidikan, hukum dan politik melalui suatu proses westernisasi. Negara sejak
abad 19 mengirim misi pendidikan ke luar negeri dan mengundang perancang dan
tenaga ahli Barat ke dalam negeri. Sistem pendidikan Barat yang sekuler
barangsur-angsur menggeser pendidikan tradisional, dan hukum sekular Barat
menggantikan hukum syariat yang telah berlaku selama berabad-abad.
Politik pemerintah
semakin cenderung untuk memelihara kepentingan Barat. Terusan Suez sebagai
jalan perhubungan penting antara Barat dan Timur berada di tangan asing. Di
Palestina kekuatan Zionis internasional semakin mengkristal untuk mendirikan
negara nasional Yahudi yang mengancam eksistensi umat Islam dan bangsa Arab.
Sementara itu, para penguasa Arab lebih banyak membuat kebijakan yang dapat
mempertahankan kepentingan mereka daripada kepentingan rakyat. Di pihak lain,
Al-Azhar sebagai lembaga keagamaan tertua di dunia Islam bersikap melempem dan
sulit untuk dijadikan panutan bagi sebuah pembaruan yang sejalan dengan
semangat Islam.
Sebagai organisasi
pergerakan, Al-ihwan tak mau membiarkan kondisi yang tidak sejalan dengan
tuntutan Islam itu berjalan terus. Melalui media dan sarana yang dimilikinya
(surat kabar, majalah, pamlet, surat terbuka, pidato, khutbah, rapat umum dan
lain-lain), organisasi ini memberikan imbauannya kepada rakyat dan pemerintah
agar mengambil garis Islam dalam semua kebijakan.
Tahun 1948 Ihwan turut serta dalam
perang Palestina. Mereka masuk dalam angkatan perang khusus. Peristiwa ini
telah direkam secara rinci oleh ustadz Kamil Syarif dalam bukunya ‘Ihwanul
muslimin fi Harbi Falasthin.
Kalau kemudian
pemerintah melihat Al-ihwan sebagai ancaman, bukan semata karena imbauan
kebaikan itu, tapi lebih karena sebagai organiasasi massa, Al-ihwan dapat
memaksakan kehendaknya. Usaha yang dilakukannya bukan hanya bidang penerangan,
pendidikan dan kebajikan semata, tetapi juga mencakup usaha -usaha ekonomi yang
menjadi urat nadi organisasi, latihan bela diri dan bahkan pasukan para
militer. Dalam perang melawan sekutu Inggris-Israel pada tahun 1948, misalnya,
pasukan sukarelawan Al-ihwan terbukti tangguh dalam mematahkan kekuatan musuh.
Pada tanggal 8 Nopember 1948,
Muhammad Fahmi Nagrasyi, perdana menteri Mesir waktu itu, membekukan gerakan
Ihwan dan menyita harta kekayaannya serta menangkap tokoh-tokohnya.
Desember 1948, Naqrasyi diculik. Orang-orang Ihwan dituduh sebagai pelaku penculikan dan pembunuhan tersebut. Ketika jenazah Naqrasyi di usung, pendukung-pendukungnya berteriak-teriak, “Kepala Naqrasyi harus dibayar dengan kepala Hasan al-Banna.”
Desember 1948, Naqrasyi diculik. Orang-orang Ihwan dituduh sebagai pelaku penculikan dan pembunuhan tersebut. Ketika jenazah Naqrasyi di usung, pendukung-pendukungnya berteriak-teriak, “Kepala Naqrasyi harus dibayar dengan kepala Hasan al-Banna.”
Kegiatan dan kejayaan yang dicapai
al-ihwan al-Muslimin tidak disenangi oleh kerajaan dan pihak Inggris. Negara
barat mendesak kerajaan Mesir supaya membubarkan Jamaah ihwanul Muslimin.
Pasukan tentara al-ihwan yang berperang di Palestina telah menunjukkan keberanian
dan komitmen yang luar biasa. Hal itu Justru menjadikan kegamangan dan
kekhawatiran politik musuh.
Pada bulan November 1948, gencatan
senjata telah diadakan Palestina. Pada 8 November 1948, Perdana Menteri Mesir
mendeklarasikan pembubaran al-ihwan. Unit-unit tentara Mesir dan tentara
al-ihwan yang berjuang di Palestina itu dipanggil balik. Berbagai-bagai tuduhan
dan fitnah dilemparkan ke atas al-ihwan. Anggota-anggota al-ihwan ditangkap,
dimasukkan ke dalam penjara dan mereka diseksa dengan teruk, malah ada yang
dibunuh. Tindakan tersebut telah melumpuhkan sama sekali kegiatan al-lhwan.
Pada 12 Februari 1949 jam 5 petang, Hasan al-Banna bersama iparnya Abdul Karim Mansur, seorang pejabat, berada di rumah pejabat tersebut. Mereka menunggu Menteri Zaki Ali Basya yang dikatakan mewakili kerajaan untuk berunding, tetapi dia tak kunjung tiba. Akhirnya setelah selesai menunaikan solat Isya’ mereka memanggil taksi untuk pulang. Ketika baru saja menaiki teksi yang dipanggil, dua orang memakai penutup
kepala menuju ke arah taksi dan salah seorang daripada mereka terus melepaskan tembakan pistol dan kedua-dua mereka terkena tembakan itu.
Iparnya itu tidak dapat bergerak akibat terkena tembakan tersebut.Hasan al Banna walaupun terkena tujuh tebakan , beliau masih mampu berjalan masuk semula ke pejabat Jam’iyyah al Syubban al-Muslimin memanggil ambulan untuk membawa mereka ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit Qasral ‘Aini, mereka dikawal rapi oleh Jenderal Muhammad al-Jazzar dan tidak melarang memberikan perawatan kepada Hasan al-Banna. Pada pukul 12.50 tengah malam, Imam Asy Syahid Hasan al-Banna menghembuskan nafas yang terakhir akibat tumpahan darah yang banyak pada usia 43 tahun.
Pada 12 Februari 1949 jam 5 petang, Hasan al-Banna bersama iparnya Abdul Karim Mansur, seorang pejabat, berada di rumah pejabat tersebut. Mereka menunggu Menteri Zaki Ali Basya yang dikatakan mewakili kerajaan untuk berunding, tetapi dia tak kunjung tiba. Akhirnya setelah selesai menunaikan solat Isya’ mereka memanggil taksi untuk pulang. Ketika baru saja menaiki teksi yang dipanggil, dua orang memakai penutup
kepala menuju ke arah taksi dan salah seorang daripada mereka terus melepaskan tembakan pistol dan kedua-dua mereka terkena tembakan itu.
Iparnya itu tidak dapat bergerak akibat terkena tembakan tersebut.Hasan al Banna walaupun terkena tujuh tebakan , beliau masih mampu berjalan masuk semula ke pejabat Jam’iyyah al Syubban al-Muslimin memanggil ambulan untuk membawa mereka ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit Qasral ‘Aini, mereka dikawal rapi oleh Jenderal Muhammad al-Jazzar dan tidak melarang memberikan perawatan kepada Hasan al-Banna. Pada pukul 12.50 tengah malam, Imam Asy Syahid Hasan al-Banna menghembuskan nafas yang terakhir akibat tumpahan darah yang banyak pada usia 43 tahun.
Setelah peristiwa itu tokoh-tokoh Al-ihwan ditangkap, aset organisasi disita, dan
berbagai media massa mereka diberangus. Kejadian seperti itu terjadi berulang
kali. Dari tahun 1940 sampai Desember 1948, pergerakan ini dilarang seutuhnya.
Tahun 1950 berdasarkan keputusan Dewan
Tertinggi Negara, Ihwan direhabilitasi. Ketika itu Mesir diperintah oleh
kabinet al-Nuhas. Dewan tersebut juga memutuskan bahwa pembekuan Ihwan selain
tidak sah, juga inkonstitusional.
Tahun 1950 ustadz Hasan al-Hudhaibi
(1306 -1393 H/1891 - 1973 M), terpilih menjadi Mursyid ‘Al-Mahdi Ihwanul
muslimin. Ia adalah salah seorang tokoh kehakiman Mesir. Ia juga berkali-kali
ditangkap. Tahun 1954, ia divonis hukuman mati, tetapi kemudian diringankan
menjadi seumur hidup. Tahun 1971 ia dibebaskan terakhir kalinya.
Oktober 1951 konflik antara Mesir dan
Inggris semakin memuncak. Ihwan melancarkan perang urat saraf melawan Inggris
di Terusan suez. Peristiwa ini telah direkam oleh Kamil Syarif dalam bukunya
‘Al-Muqawamat al-Sirriyyah fi Qanat Suwes.
Tanggal 23 Juli 1952, pasukan Mesir di
bawah pimpinan Muhammad Najib, bekerja sama dengan Ihwan melancarkan Revolusi
Juli. Tetapi kemudian Ihwan menolak kerja sama dalam pemerintahan, karena
mereka mempunyai pendapat dan pandangan yang jelas tentang metode revolusi.
Jamal Abdul nashir menganggap penolakan
tersebut sebagai penolakan terhadap mandat revolusi. Kemudian kedua belah pihak
terlibat serangkaian konflik dan permusuhan yang semakin hari semakin tajam.
Akibatnya, tahun 1954, pihak pemerintah melakukan penangkapan besar-besaran
terhadap anggota Ihwan dan beribu-ribu orang dijebloskan ke dalam penjara.
Pada mulanya, Jamal Abdul
Nasir dan Anwar Sadat sendiri adalah termasuk aktivis Al-ihwan. Namun kemesraan
antara Al-ihwan dan Nasir serta Sadat segera berakhir, tak lama setelah yang
pertama menjadi presiden. Di bawah pemerintahan Jamal Abdul Nasir, Al-ihwan
mengalami penderitaan kembali. Para pengikutnya dipenjarakan dan beberapa di
antaranya bahkan ada yang digantung. Buku-buku dan penerbitan mereka dilarang
terbit.
Alasan pemerintah, karena orang Ihwan telah berupaya
memusuhi dan mengancam kehidupan Jamal Abdul nashir di lapangan Mansyiyyah,
Iskandariyyah. Bahkan pemerintah Mesir telah menghukum mati 6 anggota Ihwan.1.
Abdulqadir Audah
2. Muhammad Farghali
3. Yusuf Thal’at
4. Handawi Duwair
5. Ibrahim Thayyib
6. Muhammad Abdullathif
2. Muhammad Farghali
3. Yusuf Thal’at
4. Handawi Duwair
5. Ibrahim Thayyib
6. Muhammad Abdullathif
Tahun 1965 - 1966 bentrokan antara Ihwan dan pemerintah Mesir terulang kembali untuk kedua kalinya. Pemerintah kembali melakukan penangkapan besar-besaran, melakukan penyiksaan serta memenjarakan anggota Ihwan. Bahkan tiga orang di antarannya telah dihukum gantung, yaitu :
Sayyid Quthb (1324 - 1387 H/1906 - 1966
M). Ia termasuk
pemikir Ihwan nomor dua setelah Hasan al-Banna. Dan termasuk salah seorang
tokoh Islam di zaman modern ini. Ditangkap tahun 1954 M dan disekap di dalam
penjara selama 10 tahun. Tahun 1964 ia dikeluarkan dari penjara atas desakan
presiden Irak, Abdussalam Arif. Namun tak lama kemudian ia diculik kembali
untuk menghadapi hukuman mati. Demikian juga dengan Yusuf Hawasi dan
Abdulfattah Isma’il
Abdulfattah Isma’il
Sejak itu Ihwan bergerak secara rahasia
sampai Jamal Abdul nashir meninggal dunia 28 September 1970. Ketika Anwar Sadat
berkuasa, orang-orang Ihwan mulai di lepas secara bertahap.
Akibat dari kondisi yang
kurang menguntungkan itu, beberapa tokoh Al-ihwan banyak yang terpaksa lari ke
luar negeri. Ada
yang ke negara-negara Arab dan lainnya ke Eropa dan Amerika. Namun di mana pun
mereka berada, mereka tidak melupakan perjuangan organisasi dan selalu
melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan kondisi yang ada.
Dari situ, meski di dalam
negeri (Mesir) Al-ihwan banyak mengalami hambatan, gagasan Al-ihwan tetap
berkembang. Apalagi banyak di kalangan idiolog-idiolog Al-ihwan yang berbakat
menulis dalam berbagai bidang. Sebut, misalnya ‘Audah, Sayyid Quthb, Muhammad
Quthb, Muhammad Al-Ghazali, Abdullah As-Samman, As-Siba’i, Mushthafa Ramadan,
Fathi Yakan dan lain-lain.
Kemudian muncul dialog
generasi kedua yang lebih berbentuk akademis semisal Yusuf Al-Qardhawi, ‘Isa
‘Abduh, Al-Jerisyi, At-Turabi, Asy-Syalabi dan seterusnya. Karya-karya mereka
banyak yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, termasuk bahasa
Indonesia. Dengan demikian, Al-ihwan telah memberikan sahamnya untuk sebuah
pemahaman Islam pergerakan di seluruh dunia.
Sepeninggal Hudhaibi, Umar Tilmisani
(1904?1986 M) terpilih menjadi Mursyid. Di bawah pimpinannya Ihwan menuntut
hak-hak jama’ah secara utuh dan mengembalikan hak milik jama’ah yang dibekukan
oleh Jamal Abdul nashir. Tilmisani menempuh jalan tidak konfrontatif dengan
penguasa dan berkali-kali beliau menyerukan, “Bergeraklah dengan bijak dan
hindarilah kekerasan dan ekstrimisme.”
Di luar Mesir banyak tikoh-tokoh Ihwan yang muncul,
antara lain :
Syaikh Muhammad Mahmud Shawwaf, pendiri dan pengawas umum Ihwan di Irak.
Dr. Mushthafa al-Siba’i, pengawas umum pertama Ihwan di Suriah.
Gerakan Ihwan di Yordania berdiri tanggal 13 Ramadhan 1364 H. pemimpin pertamanya ialah Syaikh Abdullathif Abu Qurrah.
Syaikh Muhammad Mahmud Shawwaf, pendiri dan pengawas umum Ihwan di Irak.
Dr. Mushthafa al-Siba’i, pengawas umum pertama Ihwan di Suriah.
Gerakan Ihwan di Yordania berdiri tanggal 13 Ramadhan 1364 H. pemimpin pertamanya ialah Syaikh Abdullathif Abu Qurrah.
Di beberapa negara Arab pada waktu ini, seperti Sudan, Yordania, dan Palestina, kegiatan politis Islam Al-ihwan tampak menonjol. Di Sudan, berkat jasa Dr Hasan At-Turabi, idiologi terkenal Al-ihwan, beberapa program Islamisasi telah dapat dilaksanakan dalam negara, sekalipun mendapat tekanan yang berat dari negara-negara Barat, dan bahkan Mesir sendiri sebagai negara tetangga dan tanah kelahiran Al-Banna.
Di Yordania beberapa wakil
Al-ihwan dapat duduk dalam parlemen dan beberapa posisi penting dalam
pemerintahan. Di Palestina, di balik gerakan Al-Hammas yang menantang negara
sekular yang ingin didirikan oleh Arafat juga dikabarkan berdiri aktivis
-aktivis Al-ihwan.
Ihwanul Muslimin sebenarnya
tidak lain dari sebuah organisasi pergerakan Islam yang berusaha menerapkan
cara-cara hidup yang Islami, terutama kehidupan sosial-politik, melalui sebuah
program yang selalu direvisi dari waktu ke waktu. Karena dominasi kebudayaan
sekular yang begitu besar di dunia Islam, termasuk sekularisasi dalam
pemerintahan, organisasi ini sering berada dalam konflik dengan
kjekuatan-kekuatan sekular yang ada dalam masyarakat. Teologi mereka yang tidak
memisahkan antara ijtihad dan jihad, agama dan politik, membuat nama mereka
sering dihubungkan kepada aksi politik dan tindak kekerasan, baik secara sah
atau tidak.
PEMIKIRAN DAN DOKTRIN-DOKTRINNYA
Pemahaman Ihwan terhadap Islam bersifat universal, tidak mengenal adanya pemisahan antara satu aspek dengan aspek lainnya.
Kaitanya dengan dakwah Ihwan, Syaikh Hasan al-Banna mengatakan, “Gerakan Ihwan adalah dakwah salafiyah, thariqah sunniyah, haqiqah shufiyyah, lembaga politik, klub olah raga, lembaga ilmiah dan kebudayaan, perserikatan ekonomi dan pemikiran sosial.”
Selanjutnya Syaikh Hasan al-Banna mengatakan bahwa ciri gerakan Ihwan adalah:1. Jauh dari sumber pertentangan.
2. Jauh dari pengaruh riya dan kesombongan.
3. Jauh dari partai politik dan lembaga-lembaga politik.
4. Memperhatikan kaderisasi dan bertahap dalam melangkah.
5. Lebih mengutamakan aspek aspek amaliyah produktif dari pada propaganda dan reklame.
6. Memberi perhatian sangat serius kepada para pemuda.
7. Cepat tersebar di kampung-kampung dan dikota-kota.
Selain itu Syaikh menyebutkan karakteristik Ihwan sebagai berikut :
- Gerakan Ihwan
adalah gerakan Rabbaniyyah. Sebab azas yang menjadi poros sasarannya ialah
mendekatkan manusia kepada Rabb-nya.
- Gerakan
Ihwan bersifat ‘alamiyah (Internasional). Sebab arah gerakan ditujukan kepada
semua umat manusia.
- Gerakan
Ihwan bersifat Islami. Sebab orientasi dan nisbatnya hanya kepada Islam.
Selain itu juga Syaikh menetapkan tingkatan amal yang merupakan konsekuensi logis setiap anggota, yaitu :
1. Memperbaiki
diri, sehingga menjadi pribadi yang kuat fisik, teguh dlam berakhlak, luas
dalam berfikir, mampu mencari nafkah, lurus berakidah dan benar dalam
beribadah.
2. Membentuk rumah tangga islami.
3. Memotifasi masyarakat untuk menyebarkan kebaikan, memerangi kemungkaran dan kerusakan.
4. Memerdekakan negara dengan membersihkan rakyatnyas dari berbagai bentuk kekuasaan asing kuffar di bidang poplitik, ekonomi ataupun mental spiritual.
5. Memperbaiki pemerintahan sehingga benar-benar menjadi pemerintahan yang islami.
6. Mengembalikan eksistensi negara-negara Islam dengan memerdekakan negerinya dan menghidupkan kembali keagungannya.
7. Menjadi guru dunia dengan menyebarkan Islam ke tengah-tengah umat manusia, sehingga tidak ada fitnah lagi dan Dien hanya benar-benar milik Allah.
“Dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan Nur (Dien)-Nya.” (Q.S. at-Taubah :32).
2. Membentuk rumah tangga islami.
3. Memotifasi masyarakat untuk menyebarkan kebaikan, memerangi kemungkaran dan kerusakan.
4. Memerdekakan negara dengan membersihkan rakyatnyas dari berbagai bentuk kekuasaan asing kuffar di bidang poplitik, ekonomi ataupun mental spiritual.
5. Memperbaiki pemerintahan sehingga benar-benar menjadi pemerintahan yang islami.
6. Mengembalikan eksistensi negara-negara Islam dengan memerdekakan negerinya dan menghidupkan kembali keagungannya.
7. Menjadi guru dunia dengan menyebarkan Islam ke tengah-tengah umat manusia, sehingga tidak ada fitnah lagi dan Dien hanya benar-benar milik Allah.
“Dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan Nur (Dien)-Nya.” (Q.S. at-Taubah :32).
Tentang tahapan dakwah Hasan al-Banna membaginya menjadi tiga tahap :
· Tahap pengenalan.
· Tahap pembentukan.
· Tahap pelaksanakan.
Dalam Risalah Ta’alim, Hasan al-Banna berkata, “Rukun Bai’at kita ada sepuluh. Karena itu hafallah baik-baik. Yaitu: Faham, Ikhlas, Amal, Jihad, Berkorban, Tetap pada pendirian, Tulus, Ukhuwah dan percaya diri.” Kemudian beliau berkata, “Wahai saudaraku yang sejati! Ini merupakan garis besar dakwah Anda. Anda dapat menyimpulkan prinsip-prinsip tersebut menjadi lima kalimat berikut :
1. Allah tujuan kami.
2. Rasulullah SAW. teladan kami.
3. Al-Qur’an dustur (undang-undang)kami.
4. Jihad jalan kami.
5. Mati sahid dalam fisabilillah adalah puncak cita-cita kami yang tertinggi.
2. Rasulullah SAW. teladan kami.
3. Al-Qur’an dustur (undang-undang)kami.
4. Jihad jalan kami.
5. Mati sahid dalam fisabilillah adalah puncak cita-cita kami yang tertinggi.
Ciri-cirinya dapat disimpulkan menjadi lima kata,
yaitu : sederhana, membaca Al-Qur’an, shalat, sikap kesatria dan akhlaq.”
Ustadz Sayyid Quthb, dalam bukunya
Khashaish al-Tashawwur al-Islami wa Muqawwimatuhu, memberikan gambaran tentang
pemahamannya dan pemahaman Ihwan. Karakteristik konsep Islam itu berazaskan
kepada :
1. Rabbaniyyah
2. Tetap
3. Seimbang
4. Positif
5. Realistik
6. Tauhid.
2. Tetap
3. Seimbang
4. Positif
5. Realistik
6. Tauhid.
Setiap karakteristik diberi penjelasan
tersendiri secara gamblang dan luas.
Lambang Ihwanul muslimin adalah dua bilah pedang menyilang melingkari Al-Qur’an, ayat Al-Qur’an Wa Uidlu dan tiga kata: haq (kebenaran), quwwah(kekuatan) dan hurriyyah (kemerdekaan).
Lambang Ihwanul muslimin adalah dua bilah pedang menyilang melingkari Al-Qur’an, ayat Al-Qur’an Wa Uidlu dan tiga kata: haq (kebenaran), quwwah(kekuatan) dan hurriyyah (kemerdekaan).
AKAR PEMIKIRAN DAN SIFAT IDIOLOGINYA
Ihwanul muslimin telah mengadopsi
dakwah salafiyyah menjadi gerakan dakwahnya. Ia menekankan kepada pentingnya
penelitian dan pembahasan terhadap dalil serta pentingnya kembali kepada
Al-Qur’an dan As-Sunnah dan membersihkan diri dari segala bentuk kemusrikan
untuk mencapai kesempurnaan tauhid.
Dakwah Ihwan banyak dipengaruhi oleh
Syaikh Abdulwahhab, Sanusiyyah dan Rasyid Ridha. Pada umumnya dakwah tersebut
merupakan kelanjutan dari Madrasah Ibnu Taimiyyah (wafat 702 H/1328 M), yang
juga merupakan kelanjutan Madrasah Imam Ahmad bin Hambal.
Ihwan merupakan tashawwuf sebagai sarana pendidikan dan peningkatan jiwa seperti pernah dilakukan para ahli tashawwuf terdahulu yang aqidahnya benar dan jauh dri segala bentuk bid’ah, khurafat, menghina diri dan sifat negatif.
Ihwan merupakan tashawwuf sebagai sarana pendidikan dan peningkatan jiwa seperti pernah dilakukan para ahli tashawwuf terdahulu yang aqidahnya benar dan jauh dri segala bentuk bid’ah, khurafat, menghina diri dan sifat negatif.
Hasan al-Banna merangkum semua
pemahaman tersebut dalam dakwahnya. Ditambah pula dengan konsepsi-konsepsi yang
sesuai dengan kebutuhan zaman dan lingkungan. Sehingga dakwahnya mampu
menghadapi berbagai arus yang melanda Mesir dan kawasan lain.
PENYEBARAN DAN KAWASAN PENGARUHNYA
Gerakan Ihwan dimulai di
Isma’iliyyah kemudian beralih ke Kairo. Dari Kairo tersebar ke berbagai pelosok dan kota do
Mesir. Akhir tahun
40-an, cabang Ihwan di Mesir sudah mencapai 3000 cabang. Tiap cabang memiliki
anggota yang cukup banyak.
Gerakan tersebut kemudian meluas ke
negara-negara Arab. Ia berdiri kukuh di Suriah, Palestina, Yordania, libanon,
Irak, Yaman dan lain-lain. Dewasa ini anggota dan simpatisannya tersebar di
berbagai penjuru dunia. Di Indonesia aktivis-aktivis Ihwanul Muslimin
mendirikan Partai Keadilan Sejatera (PKS) atau paling tidak menerapkan
pemikiran dan metode dakwah dalam harokahnya.
Salah satu pencapaian Al-Ihwan yang
paling signifikan adalah terbentuknya generasi baru Muslim yang memahami Islam
secara benar, meyakininya secara mendalam, mempraktikkannya dalam diri sendiri
dan keluarganya, berjuang meninggikan kalimatnya, menerapkan syari’atnya, dan
menyatukan umatnya.
B. Karakteristik
1. Mempunyai peraturan dan struktur organisai yang baku.
2. Aktif dalam amar makruf nahi mungkar.
3. Fikihnya mengikuti mazhab Syafii tapi tidak mengikat
ke anggotanya.
4. Tidak puritan dan adaptif dengan masalah aktual
progressif-kekinian.
5. System Tarbiyah kadernya telah mapan dan baku.
6. Menerapkan beberapa keluarga menjadi satu ikatan Usroh
yang merupakan sel terkecil dari Harokah.
7. Memasuki wilayah politik.
8. Seterateginya elastis, menjadi gerakan bawah tanah
ketika tertekan.
9. Bergabung dengan parlemen
10. Toleran dalam masalah ikhtilaf.
11. Tidak ofensif menyerang pemikiran harokah yang lain.
12. Melakukan aktivitas hampir di seluruh aspek
sosial-kemasyarakatan.
C. Kiprahnya
1. Mendirikan Percetakan dan penerbitan.
2. Mendirikan badan / yasasan sosial kemasyarakatan.
3. Aktif dalam tarbiyah pembinaan kader melalui Halaqoh-Usroh.
4. Aktif dalam amar makruf nahi munkar..
5. Aktif memberikan ceramah/seminar/pengajian.
6. Mendirikan Partai Politik dan ikut serta dalam pemilu.
IV. Hizbut Tahrir (Partai Pembebas)
A. Latar Belakang Sejarahnya
Hizbut Tahrir didirikan di Al-Quds
pada tahun 1372 H (1953 M) oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, seorang ulama,
pemikir, politisi dan pernah menjadi Qadhi (hakim) di pengadilan Syariat di
Al-Quds.
Sebagian kalangan mengatakan bahwa
pendiri Hisbut Tahrir pada mulanya termasuk aktivis atau simpatisan Ihwanul
Muslimin. Setelah terbunuhnya Imam Hasan Al Bana, pemimpin Ihwanul Muslimin
pada tahun 1949 boleh dikatakan aktivitas Ihwanul Muslimin mengalami stagnasi,
apalagi sebagian besar tokoh-tokoh utama Ihwan banyak yang ditangkap dan
dipenjara oleh pemerintah Mesir. Tekanan hebat yang dilakukan oleh pemerintah
Mesir membuat Ihwan merubah kebijaksanaannya yaitu lebih lunak dan bergerak
dibawah tanah.
Melunaknya sikap Ihwan dan
aktivitasnya yang bergerak dibawah tanah kurang disetujui oleh Syeikh
Taqiyuddin An-Nabhani, maka beliau pun memutuskan mendirikan Hizbut Tahrir yang
garis kebijaksanannya terang-terangan dan tegas menyatakan diri sebagai partai
politik yang bertujuan untuk membebaskan negara-negara Islam dari
kolonialisme-penjajahan bangsa-bangsa eropah, membebaskan Baitul Makdis dari
cengkeraman Zionis Israel, membebaskan negeri-negeri Islam dari pemerintahan
sekuler, dari pemerintahan monarki regional menuju Khilafah Islam international.
Hizbut Tahrir adalah sebuah partai
politik yang berideologi Islam. Politik merupakan kegiatannya, dan Islam adalah
ideologinya. Hizbut Tahrir bergerak di tengah-tengah umat, dan bersama-sama
mereka berjuang untuk menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, serta
membimbing mereka untuk mendirikan kembali sistem Khilafah Islamiah dan
menegakkan hukum yang diturunkan Allah dalam realitas kehidupan.
Hizbut Tahrir merupakan organisasi
politik, bukan organisasi kerohanian (seperti tarekat), bukan lembaga ilmiah
(seperti lembaga studi agama atau badan penelitian), bukan lembaga pendidikan
(akademis), dan bukan pula lembaga sosial (yang bergerak di bidang sosial
kemasyarakatan). Ide-ide Islam menjadi jiwa, inti, dan sekaligus rahasia
kelangsungan kelompoknya.
Hizbut Tahrir bermaksud
membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang amat parah, membebaskan
umat dari ide-ide, sistem perundang-undangan, dan hukum-hukum kufur, serta
membebaskan mereka dari cengkeraman dominasi dan pengaruh negara-negara kafir.
Hizbut Tahrir bermaksud juga membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di
muka bumi, sehingga hukum yang diturunkan Allah SWT dapat diberlakukan kembali.
TUJUAN HIZBUT TAHRIR
Hizbut Tahrir bertujuan melanjutkan
kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Tujuan ini
berarti mengajak kaum muslimin kembali hidup secara Islami dalam Darul Islam
dan masyarakat Islam. Di mana seluruh kegiatan kehidupannya diatur sesuai
dengan hukum-hukum syara’. Pandangan hidup yang akan menjadi pedoman adalah
halal dan haram, di bawah naungan Daulah Islam, yaitu Daulah Khilafah, yang
dipimpin oleh seorang Khalifah yang diangkat dan dibai’at oleh kaum muslimin
untuk didengar dan ditaati agar menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah
dan Sunnah Rasul-Nya, dan mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia
dengan dakwah dan jihad.
Di samping itu Hizbut Tahrir
bertujuan membangkitkan kembali umat Islam dengan kebangkitan yang benar,
melalui pola pikir yang cemerlang. Hizbut Tahrir berusaha untuk mengembalikan
posisi umat ke masa kejayaan dan keemasannya seperti dulu, di mana umat akan
mengambil alih kendali negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia ini, dan negara
Khilafah akan kembali menjadi negara nomor satu di dunia –sebagaimana yang
terjadi pada masa silam– serta memimpin dunia sesuai dengan hukum-hukum Islam.
Hizbut Tahrir juga bertujuan untuk
menyampaikan hidayah (petunjuk syari’at) bagi umat manusia, memimpin umat Islam
untuk menentang kekufuran beserta segala ide dan peraturan kufur, sehingga
Islam dapat menyelimuti bumi.
KEGIATAN HIZBUT TAHRIR
Kegiatan Hizbut Tahrir adalah
mengemban dakwah Islam untuk mengubah situasi masyarakat yang rusak menjadi
masyarakat Islam. Hal ini dilakukan dengan mengubah ide-ide rusak yang ada
menjadi ide-ide Islam, sehingga ide-ide ini menjadi opini umum di tengah
masyarakat serta menjadi persepsi bagi mereka. Selanjutnya persepsi ini akan
mendorong mereka untuk merealisasikan dan menerapkannya sesuai dengan tuntutan
Islam.
Juga dengan mengubah perasaan yang
dimiliki anggota masyarakat menjadi perasaan Islam –yakni ridla terhadap apa
yang diridlai Allah, marah dan benci terhadap apa yang dimurkai dan dibenci
oleh Allah– serta mengubah hubungan/ interaksi yang ada dalam masyarakat
menjadi hubungan/ interaksi yang Islami, yang berjalan sesuai dengan
hukum-hukum Islam dan pemecahan-pemecahannya.
Seluruh kegiatan yang dilakukan
Hizbut Tahrir adalah kegiatan yang bersifat politik, di mana Hizbut Tahrir
memperhatikan urusan masyarakat sesuai dengan hukum-hukum serta pemecahannya
secara syar’i, karena politik adalah mengurus dan memelihara urusan masyarakat
sesuai dengan hukum-hukum Islam dan pemecahan-pemecahannya.
Kegiatan-kegiatan yang bersifat
politik ini tampak jelas dalam kegiatannya mendidik dan membina umat dengan
tsaqafah (kebudayaan) Islam, meleburnya dengan Islam, membebaskannya dari
aqidah-aqidah yang rusak, pemikiran-pemikiran yang salah, serta
persepsi-persepsi yang keliru, sekaligus membebaskannya dari pengaruh ide-ide
dan pandangan-pandangan kufur.
Kegiatan politik ini tampak juga
dalam aspek pergolakan pemikiran (ash shiro’ul fikri) dan dalam
perjuangan politiknya (al kifahus siyasi). Pergolakan pemikiran tersebut
terlihat dalam penentangannya terhadap ide-ide dan aturan-aturan kufur.
Kegiatan ini nampak pula dalam penentangannya terhadap ide-ide yang salah,
aqidah-aqidah yang rusak, atau persepsi-persepsi yang keliru, dengan cara
menjelaskan kerusakannya, menampakkan kekeliruannya, dan menjelaskan ketentuan
hukum Islam dalam masalah tersebut.
Adapun perjuangan politiknya,
terlihat dari penentang-annya terhadap kaum kafir imperialis untuk memerdekakan
umat dari belenggu dominasinya, membebaskan umat dari cengkeraman pengaruhnya,
serta mencerabut akar-akarnya yang berupa pemikiran, kebudayaan, politik, ekonomi,
maupun militer dari seluruh negeri-negeri Islam.
Perjuangan politik ini juga tampak
jelas dalam kegiatannya menentang para penguasa, mengungkapkan pengkhianatan
dan persekongkolan mereka terhadap umat, melancarkan kritik, kontrol, dan
koreksi terhadap mereka serta berusaha menggantinya tatkala mereka mengabaikan
hak-hak umat, tidak menjalankan kewajibannya terhadap umat, melalaikan salah
satu urusan umat, atau menyalahi hukum-hukum Islam.
Seluruh kegiatan politik tersebut
dilakukan tanpa menggunakan caca-cara kekerasan (fisik/senjata). Akan tetapi
sebatas aktivitas menyampaikan ide-ide (konsep-konsep) dengan lisan atau
tulisan, sesuai jejak dakwah yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Jadi kegiatan Hizbut Tahrir secara
keseluruhan adalah kegiatan yang bersifat politik, baik sebelum maupun sesudah
mengambilalih pemerintahan (melalui umat).
Kegiatan Hizbut Tahrir bukan di
bidang pendidikan, karena ia bukanlah madrasah (sekolah). Begitu pula seruannya
tidak hanya bersifat nasehat-nasehat dan petunjuk-petunjuk. Akan tetapi
kegiatannya bersifat politik, dengan cara mengemukakan ide-ide (konsep-konsep)
Islam beserta hukum-hukumnya untuk dilaksanakan, diemban, dan diwujudkan dalam
kenyataan hidup dan pemerintahan.
Hizbut Tahrir mengemban dakwah Islam
agar Islam dapat diterapkan dalam kehidupan dan agar Aqidah Islamiyah dapat
menjadi dasar negara dan dasar konstitusi serta undang-undang. Karena Aqidah
Islamiyah adalah aqidah aqliyah (aqidah yang menjadi dasar pemikiran) dan
aqidah siyasiyah (aqidah yang menjadi dasar politik) yang melahirkan aturan
untuk memecahkan problem manusia secara keseluruhan, baik di bidang politik,
ekonomi, budaya, sosial, dan lain-lain.
METODE DAKWAH HIZBUT TAHRIR
Metode yang ditempuh Hizbut Tahrir
dalam mengemban dakwah adalah hukum-hukum syara’, yang diambil dari thariqah
(metode) dakwah Rasulullah SAW, sebab thariqah itu wajib diikuti. Sebagaimana
firman Allah SWT:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan Hari Kiamat, dan dia banyak menyebut
Allah (dengan membaca dzikir dan mengingat Allah).” (QS Al Ahzab : 21)
“Katakanlah: ‘Jika kalian
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosa kalian.” (QS Ali Imran : 31)
“Apa saja yang dibawa Rasul untuk
kalian, maka ambilah. Dan apa saja yang dilarangnya bagi kalian, maka
tinggalkanlah.” (QS Al Hasyr : 7)
Dan banyak lagi ayat lain yang
menunjukkan wajibnya mengikuti perjalanan dakwah Rasulullah SAW, menjadikan
beliau suri teladan, dan mengambil ketentuan hukum dari beliau.
Berhubung kaum muslimin saat ini
hidup di Darul Kufur –karena diterapkan atas mereka hukum-hukum kufur yang
tidak diturunkan Allah SWT– maka keadaan negeri mereka serupa dengan Makkah
ketika Rasulullah SAW diutus (menyampaikan risalah Islam). Untuk itu fase
Makkah wajib dijadikan sebagai tempat berpijak dalam mengemban dakwah dan
mensuriteladani Rasulullah SAW.
Dengan mendalami sirah Rasulullah
SAW di Makkah hingga beliau berhasil mendirikan suatu Daulah Islam di Madinah,
akan tampak jelas beliau menjalani dakwahnya dengan beberapa tahapan yang jelas
ciri-cirinya. Beliau melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang tampak dengan
jelas tujuan-tujuannya. Dari sirah Rasulullah SAW inilah Hizbut Tahrir
mengambil metode dakwah dan tahapan-tahapannya, beserta kegiatan-kegiatan yang
harus dilakukannya pada seluruh tahapan ini, karena Hizbut Tahrir
mensuriteladani kegiatan-kegiatan yang dilakukan Rasululah SAW dalam seluruh
tahapan perjalanan dakwahnya.
Berdasarkan sirah Rasulullah SAW
tersebut, Hizbut Tahrir menetapkan metode perjalanan dakwahnya dalam 3 (tiga)
tahapan berikut :
Pertama, Tahapan Pembinaan dan Pengkaderan
(Marhalah At Tatsqif), yang dilaksanakan untuk membentuk kader-kader
yang mempercayai pemikiran dan metode Hizbut Tahrir, dalam rangka pembentukan
kerangka tubuh partai.
Kedua, Tahapan Berinteraksi dengan Umat (Marhalah
Tafa’ul Ma’a Al Ummah), yang dilaksanakan agar umat turut memikul kewajiban
dakwah Islam, hingga umat menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, agar
umat berjuang untuk mewujudkannya dalam realitas kehidupan.
Ketiga, Tahapan Pertarungan Pemikiran untuk
menentang kepercayaan/ideologi, aturan dan pemikiran kufur. Menentang segala
bentuk akidah yang rusak, pemikiran keliru, pemahaman yang salah dan sesat
dengan cara mengungkapkan kepalsuan, kekeliruan dan kontradiksi dengan Islam
sekaligus membersihkan umat dari segala bentuk pengaruh dan implikasinya.
Keempat, Tahapan
Perjuangan Politik menghadapi negara-negara kafir imperialis yang menguasai dan
mendominasi negeri-negeri Islam, menghadapi segala bentuk penjajahan, baik itu
berupa pemikiran, politik, ekonomi, militer dan mengungkap makar sekaligus
membongkar konspirasi negara-negara kafir. Perjuangan politik juga dilakukan
dengan menentang para penguasa negeri-negeri Arab dan negeri-negeri Islam yang
lain dengan cara membongkar kejahatan dan kebobrokan mereka, menyampaikan
nasehat, kritik dan mencoba mengubah perilaku mereka setiap kali memakan, tidak
menunaikan hak-hak umat, melalaikan urusan umat dan meyimpang dari hukum
syariat Islam.
Kelima, Tahapan Pengambilalihan Kekuasaan
(Marhalah Istilaam Al Hukm), yang dilaksanakan untuk menerapkan Khilafah
Islam secara menyeluruh dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia dan
kemudian berkhidmat melayani kemaslahatan umat sesuai dengan hukum syariat
Islam.
KEANGGOTAAN HIZBUT TAHRIR
Hizbut Tahrir menerima keanggotaan
setiap orang Islam, baik laki-laki maupun wanita, tanpa memperhatikan lagi
apakah mereka keturunan Arab atau bukan, berkulit putih ataupun hitam. Hizbut
Tahrir adalah sebuah partai untuk seluruh kaum muslimin dan menyeru mereka
untuk mengemban dakwah Islam serta mengambil dan menetapkan seluruh
aturan-aturan Islam, tanpa memandang lagi kebangsaan, warna kulit, maupun
madzhab mereka. Hizbut Tahrir melihat semuanya dari pandangan Islam.
Cara mengikat individu-individu ke
dalam Hizbut Tahrir adalah dengan memeluk Aqidah Islamiyah, matang dalam
Tsaqafah Hizbut Tahrir, serta mengambil dan menetapkan ide-ide dan
pendapat-pendapat Hizbut Tahrir. Dia sendirilah yang mengharuskan dirinya
menjadi anggota Hizbut Tahrir, setelah sebelumnya ia melibatkan dirinya dengan
Hizbut Tahrir; ketika dakwah telah berinteraksi dengannya dan ketika dia telah
mengambil dan menetapkan ide-ide serta persepsi-persepsi Hizbut Tahrir. Jadi
ikatan yang dapat mengikat anggota Hizbut Tahrir adalah Aqidah Islamiyah dan
Tsaqafah Hizbut Tahrir yang terlahir dari aqidah ini. Halaqah-halaqah
(pembinaan) wanita dalam Hizbut Tahrir terpisah dengan halaqah laki-laki. Yang
memimpin halaqah-halaqah wanita adalah para suami, mahramnya, atau para wanita
B. Karakteristik
- Mempunyai peraturan dan struktur organisai yang baku.
- Aktif dalam amar makruf nahi mungkar.
- Tidak puritan dan adaptif dengan masalah aktual progresif-kekinian.
- System tarbiyah kadernya telah mapan dan baku.
- Memasuki wilayah politik.
- Bersikap keras dalam meng kritisi pemerintahan.
- Tidak Bergabung dengan parlemen
- Mengeluarkan fatwa-fatwa tentang masalah progresif kekinian.
- Tidak ofensif menyerang pemikiran harokah yang lain.
C. Kiprahnya
- Mendirikan Percetakan dan penerbitan.
- Aktif menulis artikel dan buku buku.
- Aktif dalam tarbiyah pembinaan kader melalui Halaqoh Hizb.
- Aktif dalam amar makruf nahi munkar.
- Aktif memberikan ceramah/seminar/pengajian.
- Mendirikan Partai Politik (global) tapi tidak ikut serta dalam pemilu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar